Press Release Aksi Penolakan Kenaikkan Harga BBM

Dengan ini, menyatakan MENOLAK rencana pemerintah menaikkan harga harga BBM per 1 April 2012. Sikap ini dikeluarkan berdasarkan alasan-alasan berikut:
  1. Dalam keadaan Indonesia saat ini dimana belum tersedianya (1) jejaring pengaman sosial sebagai kewajiban pemerintah dalam menjamin terpenuhinya hak-hak ekosob warga negara, dan (2) energi alternatif untuk mensubstitusi BBM sebagai energi tak terbarukan dan bereksternalitas negatif, mensubsidi BBM adalah kewajiban pemerintah guna (1) meredam efek fluktuasi harga minyak internasional yang berimbas ke domestik dan (2) menjamin energi tersebut dapat diakses oleh tiap warga negara.
  2. Harga BBM merupakan anchor price atau harga yang menimbulkan efek pengganda terhadap perekonomian makro, dimana kenaikannya akan menyebabkan kenaikan harga-harga barang lain (inflasi) terutama pangan. Dengan asumsi subsidi BBM saat ini salah sasaran, dengan menaikkan harga, pembebanan yang terjadi pun akan salah sasaran. Masyarakat di kelas sosial-ekonomi terbawahlah yang paling menerima imbasnya. Walau ada asumsi masyarakat dapat beradaptasi dengan harga baru, dalam proses itu, berapa banyak rakyat Indonesia yang akan mengalami putus sekolah, gizi buruk, dan disfungsi sosial lainnya.
  3. BLSM tidak menjawab masalah sebagai peredam shock  bagi masyarakat kecil ketika harga BBM dinaikkan. Hal ini karena (1) pemerintah dengan sangat sederhana menerapkan pola penghitungan ekonomi konvensional dalam menentukan besaran dana, (2) rawan politisasi, (3) mendidik budaya konsumtif, dan (4) terbukti gagal dalam tataran teknis distribusi dan juga pemanfaatan dana tersebut oleh masyarakat (untuk ganti rokok, judi, dsb.).
Terdapat ketakutan beberapa pihak bahwa jika harga BBM tidak dinaikkan, APBN akan bocor dan negara akan collapse karena beban subsidi yang sangat besar. Pemerintah harus berhutang lagi untuk menutupi beban tersebut yang menyebabkan ketidaksehatan fiskal. Menanggapi hal ini, BEM UI memberikan solusi jangka pendek dan jangka panjang yang sewajarnya sudah terpikirkan oleh pemerintah.
  1. a.      Solusi Jangka Pendek
Khusus untuk tahun ini, karena beban hutang pemerintah tidak boleh melebihi 3% dari APBN, maka pemerintah harus merealokasi anggaran dari pos-pos lain yang kurang penting untuk dialihkan ke subsidi BBM. Salah satu pos yang paling menyedot APBN dan terus naik dari APBN adalah belanja birokrasi (gaji birokrat, biaya protokoler, biaya makan minum, dsb.) yang bahkan terus naik dari tahun 2005 sebesar sekitar Rp123,6 triliun menjadi Rp733 triliun di APBN 2012. Subsidi BBM sendiri pada tahun ini hanya berkisar pada angka Rp123 triliun.
  1. b.      Solusi Jangka Menengah dan Panjang
  • Menaikkan Pajak
Indonesia sebagai negara berkembang termasuk negara yang tax ratio dari PDB nya rendah, yaitu sekitar 11,5%. Selayaknya Indonesia berhutng lebih banyak, namun dengan alokasi yang jelas yaitu investasi jangka menengah-panjang seperti infrastruktur dan pendidikan. Jika pemerintah menaikkan pajak sebesar 3% saja dari PDB (secara ekonomi itu tidak menimbulkan disinsentif yang besar bagi sektor privat), maka dalam satu tahun pemerintah mendapat tambahan dana sekitar Rp240 trilun.
  • Kurangi Secara Signifikan Kebocoran Anggaran
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa APBN negara ini mengalami kebocoran setiap tahunnya. Hal ini karena banyaknya dana-dana mark up dan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah. Jumlah kebocoran itu sendiri tidak bisa diketahui secara pasti. Sebagian sumber menyatakan kebocoran APBN tahun 2012 mencapai 55%, atau sekitar Rp 700 triliun. Artinya, dengan asumsi tersebut, ada uang yang terbuang sia-sia atau tidak efisien sebanyak Rp700 triliun, yang jika diminimalisir tentunya dapat dialokasikan untuk pos yang lebih strategis .
Kapan Subsidi Layak dicabut?
menyatakan bahwa subsidi layak dicabut jika sudah tercipta dua kondisi berikut:
  1. Sudah tersedianya energi alternatif (diversifikasi energi) yang murah sebagai pengganti BBM. Saat ini wacana konversi energi BBM ke gas masih jauh dari terlaksana, dimana baru terdapat 14 SPBG se-Indonesia.
  2. Sudah tersedianya jejaring pengaman sosial yang layak dimana pemerintah memenuhi kebutuhan-kebutuhan mendasar warga negara yang biasanya rentan untuk dikorbankan di masa-masa krisis, seperti jaminan pendidikan dan jaminan kesehatan.

Posted by
dlmkeperawatanunsoed2

More

hari perawat nasional?? kapan yaa???

hari perawat nasional?? kapan yaa???

Mahasiswa 1 : "Kamu tahu nggak Hari Perawat Internasional itu tanggal berapa?"
Mahasiswa 2 : "Tahu, tanggal 12 Mei kan?"
Mahasiswa 1 : "Kalo Hari Perawat Nasional?
Mahasiswa 2 : "haahh?? Emang ada ya? Kok aku baru tahu ya???"

Itu sepenggal percakapan yang iseng saya dengarkan beberapa hari yang lalu antara mahasiswa keperawatan. Ternyata hampir semua tidak bisa menjawab. Kok bisa? Padahal mereka kan merupakan salah satu elemen keperawatan juga? Para calon perawat?

Pertanyaan tersebut di atas kemudian saya tanyakan kepada perawat yang telah bekerja di salah satu Puskesmas di Jogja. Ternyata semakin mencengangkan saja! Perawat yang sudah bekerja bahkan tidak tahu kapan Hari Perawat Internasional! Apalagi yang skalanya nasional! Dimana letak salahnya?
Yah, itulah fenomena yang terjadi di dunia keperawatan kita ini. Terlalu banyak permasalahan dan tanggung jawab yang kita emban sehingga hal seperti itu sudah hampir tak ada waktu lagi untuk memikirkannya.

Hari Perawat Nasional yang ditetapkan setiap Tanggal 17 Maret adalah hari lahirnya Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). PPNI lahir pada tanggal 17 Maret 1974, sebagai hasil dari kumpulan perawat-perawat yang menginginkan adanya wadah nasional yang nantinya akan menaungi profesi keperawatan itu sendiri. PPNI hadir sebagai organisasi yang bertujuan untuk mengatur, mengembangkan dan meningkatkan praktik keperawatan yang aman, kompeten, berkualitas dan profesional bagi masyarakat Indonesia.

Kembali ke pertanyaan semula. Lalu, kenapa banyak sekali elemen keperawatan yang tidak mengetahui Hari Perawat Nasional ini? Sebagian menyatakan terlalu sibuk dengan tugas dan tanggung jawabnya sehingga tidak pernah sempat memikirkan Hari peringatan profesinya sendiri. Sebagian lagi menjawab, tidak pernah ada informasi yang diberikan kepada perawat. Ada pula yang mengatakan, tidak pernah ada kegiatan-kegiatan besar yang memperkenalkan hari perawat nasional ini. Dan berbagai macam jawaban lain yang memang bisa dimaklumi alasannya. Intinya, kemana PPNI dan elemen-elemen keperawatan yang lain semisal institusi keperawatan dan yang bertanggung jawab mensosialisasikannya?

Nah, sebenarnya letak kesalahannya adalah, kurang informasi, serta kurang kemauan untuk mencari informasi itu sendiri. Seharusnya, PPNI di pusat bisa memegang media sebagai alat sosialisasi yang efektif menyebarluaskan hal ini. Institusi keperawatan menyediakan informasi tentang Hari Keperawatan Nasional kepada para mahasiswanya yang nantinya juga akan menjadi bagian dari perawat, serta penyedia layanan kesehatan yang menggunakan jasa perawat, semestinya mengadakan dan memeriahkan momen peringatan ini, serta semua elemen keperawatan lain dengan kegiatan lain sesuai bidangnya masing-masing.

Tak hanya memperingati saja, namun kita benar-benar harus memahami makna peringatan tersebut. Karena di Hari Perawat ini, kita bisa mengevaluasi sudah sejauh mana peran perawat dalam membangun dan menyehatkan bangsa, sejauh mana pula kompetensi kita, kualitas pelayanan kita, dan keprofesionalan kita dalam menyediakan pelayanan keperawatan yang benar-benar komprrehensif bagi masyarakat Indonesia.

Akhirnya, semoga di usianya yang ke 38 tahun dari PPNI, semakin baik dalam menaungi semua perawat Indonesia.

MARI MERAWAT INDONESIA, MARI MENUJU SEHAT

Rakhmat Noviyar
Direktur Jenderal KOMINFO ILMIKI 

Posted by
dlmkeperawatanunsoed2

More

Pahlawan itu ?

Apa makna pahlawan sebenarnya?
Setiap orang berhak membangun argumentasinya sendiri.
Berdasar kualitas apa seseorang layak menyandang gelar pahlawan?
Setiap orang berhak membuat parameternya sendiri.
Siapapun tidak berwenang mendikte paradigma tentang makna pahlawan bagi masing-masing orang.


Tetapi perlu kiranya, sejenak kita melakukan napak tilas , bahwa begitu heroiknya momentum sepuluh November sehingga dijadikan sebagai hari pahlawan. Menggali sisi historis ini menjadi penting untuk membangun pemaknaan yang utuh dari makna kepahlawanan itu sendiri.

Pertempuran 10 November merupakan perang pertama pasca kemerdekaan. Diawali dengan terbunuhnya pimpinan tentara Inggris di Jawa Timur, Brigadir Jenderal Malaby,  membuat tentara Inggris kemudian mengultimatum semua pimpinan dan orang-orang bersenjata untuk melapor dan meletakkan senjata. Ultimatum ini merupakan penghinaan bagi rakyat Indonesia yang telah membentuk badan-badan perjuangan. Tentara Inggris mengancam akan membombardir Kota Surabaya dari darat, laut, dan udara. Dalam situasi serba genting seperti ini, hanya orang-orang yang tenang jiwanya dan menggelora semangat juangnya yang mampu mengubah rasa takut menjadi keberanian, menghadirkan inspirasi untuk bergerak dan menggerakkan. Kristalisasi momen bersejarah ini, seolah-olah dapat dihadirkan kembali melalui pidato Bung Tomo di tengah-tengah rakyat Surabaya,

“Saudara-saudara rakyat Surabaya.
Bersiaplah! Keadaan genting.
Tetapi saya peringatkan sekali lagi.
Jangan mulai menembak.
Baru kalau kita ditembak.
Maka kita akan ganti menyerang mereka itu.
Kita tunjukkan bahwa kita itu adalah orang yang benar-benar ingin merdeka.
Dan untuk kita saudara-saudara.
Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka.
Semboyan kita tetap.
Merdeka atau mati.
Dan kita yakin, Saudara-saudara.
Akhirnya, pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita.
Sebab Allah selalu berada di pihak yang benar.
Percayalah Saudara-saudara!
Tuhan akan melindungi kita sekalian.
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Merdeka!”

Pertempuran Surabaya bukan hanya perang antar angkatan bersenjata Inggris dan pejuang Indonesia, peperangan ini berskala besar, memakan korban ribuan jiwa, terjadi dalam kurun waktu sampai tiga minggu, sebelum akhirnya seluruh kota Surabaya jatuh ke tangan pihak Inggris. Tetapi pertempuran berdarah di Surabaya telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan.

“setiap pejuang bisa kalah dan terus-menerus kalah tanpa kemenangan, dan kekalahan itulah gurunya yang terlalu mahal dibayarnya. Tetapi biarpun kalah, selama seseorang itu bisa dinamai pejuang dia tidak akan menyerah. Bahasa Indonesia cukup kaya untuk membedakan kalah daripada menyerah.” (Prahara Budaya, Pramoedya Ananta Toer)

Siapakah sosok yang begitu tergerak untuk terus berjuang sehingga ia mampu menggerakan orang-orang disekitarnya? Sosok itu tidak lain adalah Pemuda. Sebutlah mereka tanpa nama, tapi apa yang mereka lakukan itu nyata. Bung Tomo adalah satu diantara mereka, yang secara sadar dan bertanggungjawab bergerak atas kecintaan pada tanah airnya, bergerak atas kebenaran yang dipegangnya. Bahwa merdeka haruslah diperjuangkan, ingin merdeka berarti harus berjuang. Pemuda-pemuda ini mampu memetakan kekuatannya, bergerak berdasarkan visi kemerdekaannya, dan dilakukan dengan cara yang konkret dan terukur sesuai dengan konteks tantangan zamannya, yakni mengangkat senjata, berjuang sampai titik darah penghabisan.

Begitu pula ribuan pemuda lain yang berani memperjuangkan panggilan nuraninya dan bergerak berdasarkan pemahamannya. Sumpah Pemuda tahun 1928 memecah kebuntuan akan perjuangan bersifat kedaerahan. Para pemuda dan pelajar Indonesia tidak gentar membawa atmosfer pergerakan Indonesia di Belanda dalam wadah Indische Vereeniging. Penculikan Rengasdengklok yang dilakukan oleh para pemuda juga yang mendesak segera direalisasikannya Proklamasi Kemerdekaan. Dalam tahapan awal proses bernegara, dengan merujuk sistem ketatanegaraan dari 88 negara yang ada di dunia, para pemuda jualah yang menentukan sistem ketatanegaraan Indonesia, menamainya dengan “sistem sendiri”, tidak berkiblat secara utuh kepada sistem ketatanegaraan manapun di dunia. Seorang pemuda pula yang telah mengambil peran dalam konsep Wawasan Nusantara, dalam usia 28 tahun, Mochtar Kusumaatmadja berperan besar terutama dalam menetapkan batas laut teritorial, batas darat, dan batas landas kontinen Indonesia. Merekalah orang-orang yang mampu menjawab tantangan zamannya dengan memahami betul peranannya sebagai pemuda, aksesibilitasnya terhadap ilmu pengetahuan, dan independensinya yang kemudian memunculkan keberanian.

            Dalam perjalannya, dinamisasi yang dialami bangsa ini juga menempatkan peran kepahlawanan para pemuda pada tempat-tempat strategis. Ketika Soekarno mengangkat dirinya sendiri sebagai Presiden seumur hidup, sehingga ia dijuluki sebagai The Most Trouble Maker in Asia pada saat itu oleh media barat, para pemudalah yang memformulasi kebutuhan rakyat menjadi sebuah tuntutan sebagai trigger yang dijadikan pegangan dalam perjuangan bersama. Menjadi menarik untuk ditelaah bahwa Soekarno sebelumnya adalah sosok pemuda yang secara konsisten memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, sampai akhirnya dipercaya untuk mengatasnamankan bangsa Indonesia bersama Hatta dalam proklamasi kemerdekaan, dan kemudian menjadi Presiden pertama di Republik ini, justru dijatuhkan oleh para pemuda yang lahir pasca semangat kemerdekaan. Bahwa sesungguhnya kepahlawanan akan menuntut seseorang untuk terus berjuang, tidak ada titik henti, ketika seseorang sudah menemukan zona nyaman dalam subjektifitasnya, akan timbul kecenderungan untuk membangun pengamanan yang melegitimasi perbuatannya sebagai sebuah kebenaran, padahal apa yang dilakukannya tidak lebih dari sekedar upaya mencari pembenaran.

Ketika kemudian rezim Soekarno berganti dengan rezim orde baru di bawah kepemimpinan Soeharto, para pemuda selalu hadir menjadi watchdog yang selalu aktif dan lugas mengartikulasi kegelisahan rakyat. Peristiwa Malari tahun 1974, penolakan mahasiswa akan terlalu mencengkeramnya modal asing dalam perekonomian nasional. Otokritik terhadap kebijakan pembangunan dan kepemimpinan nasional ini terus terjadi, hingga puncaknya tahun 1978, untuk pertama kalinya perguruan tinggi diserbu dan diduduki militer, Dewan Kemahasiswaan dihapuskan, dan dimulailah periode Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan. Pasca diberlakukannya NKK/BKK, mahasiswa mengakali sikap represif pemerintah dengan membuat bentuk pergerakan yang lain, meleburkan diri dalam organisasi ekstrakampus. Tetapi penolakan terhadap pelarangan politik praktis oleh mahasiswa pada decade 1990-an terus terjadi, hingga momentum krisis ekonomi di medium 1997 terjadi dan membuka bobrok pemerintahan orde baru yang selama ini sangat bergantung pada pinjaman modal asing dan menggerus saluran-saluran politik. Hingga puncaknya, aksi demonstrasi besar-besaran terjadi pada bulan Mei 1998 yang terdiri dari berbagai gerakan kemahasiswaan dan penyatuan elemen masyarakat, dan berakhir dengan pengunduran diri Soeharto pada 21 Mei 1998.  Gerakan ini menuntut reformasi dan dihapuskannya korupsi, kolusi, dan nepotisme yang melekat dengan rezim orde baru. Gerakan ini membawa Indonesia ke dalam alam demokrasi, perubahan besar-besaran terjadi, UUD 1945 sebagai landasan konstitusional dalam bernegara yang sebelumnya dianggap sacral dan tidak bisa diubah, diamandemen hingga empat kali dalam medio tahun 1999-2002. Dengan ini, keran-keran demokrasi dan saluran-saluran politik terbuka. Menjadikan Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia saat ini.

Namun ketika kita merefleksikan reformasi yang terjadi di Indonesia, pasca 66 tahun Indonesia merdeka, bagaimana kondisi Indonesia saat ini? Masalah yang dialami Indonesia saat ini bagaikan pekerjaan rumah yang tidak kunjung selesai, ketika masalah yang satu belum terpecahkan, sudah timbul masalah baru, hingga sulit dicari titik pangkal permasalahannya. Permasalahan serius yang belum berhasil terpecahkan pasca reformasi adalah masalah korupsi, yang diperparah dengan tidak sinergisnya kinerja dari lembaga penegak hukum. Ada puluhan terdakwa korupsi yang divonis bebas melalui pengadilan tipikor, ketika di Arab pencuri di potong tangannya, di China koruptor dihukum mati dipotong kepalanya, maka di Indonesia koruptor dipotong masa tahanannya. Belum lagi masalah disparitas (ketimpangan) pendapatan dan tingkat kemiskinan. Tidak meratanya distribusi pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari masalah kemiskinan. Yang kaya makin kaya, dan yang miskin makin sulit. Masalah kemiskinan ini juga timbul dari kebodohan, akibat dari tingkat aksesibilitas yang rendah terhadap pendidikan, karenanya pendidikan merupakan barang mahal di negeri ini. Belum lagi sarana dan prasana kesehatan yang berorientasi keuntungan, tidak menempatkan keselamatan rakyat sebagai prioritas utama, sehingga yang miskin dilarang sakit atau sakit sedikit jadi miskin. Diperparah lagi dengan penegakan hukum yang tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Sistem berdemokrasi pun rawan terhadap praktek-praktek kotor, bahkan suara rakyat pun mampu dibeli di negeri ini. Krisis multidimensi yang terjadi hari ini menuntut peran serta semua pihak untuk berkontribusi dalam solusi.

Lalu dimanakah tempat kita sebagai pemuda untuk dapat ambil bagian? Atau sebelum lebih jauh melangkah, sejenak kita melihat apakah yang selama ini para pemuda lakukan dalam mengisi peran untuk menjawab tantangan zaman hari ini? Sedang apa kita sekarang? Sibuk memanjakan dan menghibur diri? Sibuk memoles tampilan dengan melupakan substansi? Sibuk ikut konferensi? Sibuk dalam demonstrasi? Sibuk skripsi? Ataukah kita hanyalah orang-orang terlalu sibuk mengkritisi tetapi lalai mengevaluasi diri?

“Namun itu berarti bahwa telah tumbuhlah benih-benih pengakuan, bahwa yang benar-benar penting dalam sejarah justru adalah hidup sehari-hari, yang normal yang biasa, dan bukan pertama-tama kehidupan serba luar biasa dari kaum ekstravagan serba mewah tapi kosong konsumtif. Dengan kata lain, kita mulai belajar, bahwa tokoh sejarah dan pahlawan sejati harus kita temukan kembali di antara kaum rakyat biasa yang sehari-hari, yang barangkali kecil dalam harta maupun kuasa, namun besar dalam kesetiaannya demi kehidupan.
(Impian dari Yogyakarta,Y.B Mangunwijaya)

Sesungguhnya kemuliaan seseorang terletak pada perbuatannya, untuk itu tengoklah kesehariannya. Apapun yang kita lakukan, dimanapun kita berada, dalam peran yang sekecil apapun, tidak perduli ada yang melihat atau tidak, selama kita memperjuangkan kebenaran yang kita pegang, maka berbuatlah sebanyak-banyaknya. Para pemuda yang dulu berjuang hingga hari ini ia layak disebut sebagai pahlawan menurut consensus umum, tidak pernah bergantung pada pujian dan lemah karena cacian, bahkan siap jika harus terasing atau diasingkan sekalipun. Kita bisa menginterpretasi makna kepahlawanan dengan sebebas-bebasnya, tetapi manifestasi dari interpretasi makna kepahlawanan itu sendiri nyata ketika kita berbuat. Bahwa belajar dengan sebaik-baiknya dalam rangka mempersiapkan diri untuk mengambil tongkat estafet kemajuan bangsa ini merupakan bentuk perjuangan. Bahwa menulis skripsi dengan sebaik-baiknya berdasar bekal ilmu yang kita dapatkan sehingga bisa menjadi pencerahan dalam mencari satu solusi dari berjuta persoalan di negeri ini juga merupakan bentuk perjuangan. Dan dijeda antara keduanya, kita bebas memilih sarana yang bisa mengeksplorasi potensi yang kita miliki seluas-luasnya. Sehingga kita sampai pada satu titik dimana kita tidak lagi mempertanyakan apa yang bisa diberikan oleh negara untuk kita, tetapi pada titik kesadaran untuk menggugat diri sendiri bahwa apa yang bisa kita berikan untuk negara.

Sebab “Pahlawan.. Jangan menanti kedatangannya. Mereka adalah aku, kau, dan kita semua. Mereka bukan orang lain. Mereka hanya belum memulai. Mereka hanya perlu berjanji untuk merebut takdir kepahlawanan mereka, dan dunia akan menyaksikan gugusan pulau-pulau ini menjelma menjadi untaian kalung zamrud kembali yang menghiasi leher sejarah.”
(Mencari Pahlawan Indonesia, Anis Matta)


Kepahlawanan hadir dari keseharian, karenanya kepahlawanan butuh konsistensi.

Posted by
dlmkeperawatanunsoed2

More

Miris Lihatnya ?

Anak: mak nyebrang jembatan dulu, mw sekolah,. Ibu : y nak, hati",. klo sudah besar benerin jembatannya y Anak : Sy cuma mw jd nazarudin mak, atw nunun nurbaeti ibu : plak !

Posted by
dlmkeperawatanunsoed2

More

Pekan Seni Mahasiswa Daerah (PEKSIMIDA) Tingkat Universitas Jenderal Soedirman

PEKAN SENI MAHASISWA DAERAH (PEKSIMIDA)
TINGKAT UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
A.    Ketentuan Umum
1.      Peserta adalah mahasiswa Universitas Jenderal Soedriman yang dibuktikan dengan fotocopy KTM.
2.      Peserta adalah wakil dari masing-masing fakultas.
3.      Peserta boleh mengikuti lebih dari satu tangkai seni yang dilombakan.
4.      Peserta yang menjadi wakil Universitas Jenderal Soedirman untuk mengikuti ke Tingkat Propinsi wajib mengikuti aturan Peksimida Tingkat Propinsi.  Hal ini karena aturan yang dibuat oleh Universitas Jenderal Soedirman belum sesuai dengan aturan Peksimida Tingkat Propinsi sebab sampai dibuatnya aturan ini, aturan Peksimida Tingkat Propinsi belum diterbitkan.
5.      Keputusan dewan juri bersifat mengikat dan tidak dapat diganggu gugat.
6.      Peserta yang merupakan wakil masing-masing fakultas mohon berkordinasi dengan Kasubbag Pendidikan dan Kemahasiswaan atau dengan Pembantu Dekan III masing-masing fakultas.
7.      Peserta mendaftar di Bagian Kemahasiswaan Kantor Pusat Universitas Jenderal Soedirman dan tidak dipungut biaya kepada Ibu Ardiyani Hesti Utami, M.M. (Hp : 081327005995) atau kepada Bpk. Drs. Kamsianto ( Hp : 085291075188).
8.      Pendaftaran mulai tgl. 16 Maret – tgl. 6 April 2012 pada jam kerja dengan  menyerahkan fotocopy KTM serta karya yang akan diikutsertakan dalam lomba (lukis, foto, desain grafis, komik strip, penulisan cerpen, penulisan lakon/drama, penulisan puisi, dan cd film pendek).
Rincian Pelaksanaan Lomba dan Panduan Selengkapnya Dapat Diunduh dengan KLIK DI SINI
B.     Pelaksanaan
Pelaksanaan PEKSIMIDA Tingkat Unsoed akan diadakan pada :
a.      Hari / Tgl              : Senin  9 –  Senin 16 April 2012
b.      Tempat                 : Gedung Soemarjito dan Aula FISIP
c.       Waktu                  : 08.00 – Selesai

Posted by
dlmkeperawatanunsoed2

More

Hak Mereka Sama "Berhak Mendapat Pendidikan"


Mereka adalah anak-anak yang mencintai Indonesia. Jangan sampai mereka merasa Indonesia tidak mencintainya. 

Posted by
dlmkeperawatanunsoed2

More

Nasionalisme dan Mahasiswa




Mahasiswa sebagai salah satu kekuatan penekan dalam konstelasi sosial politik di Indonesia dianggap memiliki rasa nasionalisme yang rendah. Hal ini disebabkan karena sikap kritis mahasiswa terhadap berbagai kebijakan dan kinerja pemerintahan serta adanya kecenderungan mahasiswa melecehkan simbol nasionalisme seperti bendera, lagu Kebangsaan, slogan, dan lain-lain. Anggapan ini masih memerlukan pembuktian mengingat nasionalisme bersifat multiinterpretatif. Artinya, setiap kelompok dalam masyarakat dimungkinkan untuk memiliki pengertian, makna dan wujud nasionalisme yang berbeda.

Mahasiswa mempunyai peranan yang sangat penting dalam konstelasi sosial politik di Indonesia. Keberadaan mereka menjadi salah
satu kekuatan yang dipertimbangkan oleh berbagai kelompok kepentingan, terutama pengambil kebijakan yakni negara. Kondisi tersebut didukung oleh berbagai kelebihan yang dimiliki mahasiswa yaitu kelebihan dalam pemikiran ilmiah, semangat muda, sifat kritis, kematangan logika dan kebersihan dari noda orde masanya (Syukri, 2003). Lebih jauh, Syukri mengemukakan bahwa peran nyata mahasiswa dalam pembentukan nasionalisme Indonesia dapat dilihat dalam 5 gelombang (Syukri, 2003) yaitu :


1. Nasionalisme gelombang pertama yaitu kebangkitan nasionalisme Indonesia yang diawali dengan pendirian Budi Utomo pada tahun 1908, dengan dimotori oleh para mahasiswa kedokteran Stovia.
2. Nasionalisme gelombang kedua yaitu gerakan Sumpah Pemuda sebagai wujud kesadaran untuk menyatukan negara,bangsa dan bahasa ke dalam satu negara, bangsa dan bahasa Indonesia tidak terlepas dari peran mahasiswa Indonesia seperti Soepomo, Hatta dan Sutan Syahrir.
3. Nasionalisme gelombang ketiga yaitu pada masa kemerdekaan 1945 tidak terlepas dari peran mahasiswa yang mendesak para pemimpin untuk segera memproklamasikan Indonesia.
4. Nasionalisme gelombang keempat yaitu lahirnya Orde Baru 1966 dimotori oleh gerakan mahasiswa serta organisasi sosial
lainnya.


5. Nasionalisme gelombang kelima yaitu lahirnya Orde Reformasi 1998 tidak terlepas dari gerakan mahasiswa yang menentang rezim orde baru.
Pada era reformasi di mana nasionalisme sedang memperoleh banyak tantangannya baik yang bersifat global maupun lokal, rasa nasionalisme di kalangan mahasiswa kembali mendapat perhatian masyarakat. Berbagai kalangan masyarakat menganggap bahwa ada kecenderungan menurunnya rasa nasionalisme di kalangan mahasiswa, khususnya aktivis mahasiswa. Penilaian ini muncul diakibatkan oleh sikap kritis aktivis mahasiswa terhadap berbagai kebijakan dan kinerja pemerintahan yang sering kali dianggap memperpanjang krisis multidimensi yang dialami Indonesia. Selain itu, terdapat beberapa perilaku aktivis mahasiswa yang dianggap melecehkan simbol nasionalisme baik yang bersifat verbal seperti slogan dan lagu kebangsaan maupun non verbal seperti bendera, pemimpin, dan lainlain. Beberapa contoh perilaku tersebut antara lain meliputi kegiatan pembakaran bendera merah putih, pembakaran gambar pemimpin nasional, pendudukan terhadap gedunggedung kenegaraan, perubahan syair lagu-lagu perjuangan menjadi lagu-lagu yang menyuarakan ketidakpuasan, kerawanan sosial, penderitaan dan kemarahan rakyat, serta slogan atau yel-yel yang menentang rezim berkuasa.
Anggapan mengenai rendahnya rasa nasionalisme di kalangan aktivis mahasiswa masih memerlukan pembuktian. Sikap kritis
aktivis mahasiswa dapat dinilai sebaliknya yaitu menunjukkan tingginya kesadaran mahasiswa terhadap kehidupan berbangsa dan
bernegara. Demikian juga dengan pembakaran terhadap bendera merah putih tidak serta merta dapat diartikan sebagai pencerminan rendahnya rasa nasionalisme di kalangan aktivis mahasiswa.


Fenomena di atas menunjukkan adanya perbedaan pandangan antara aktivis mahasiswa dan masyarakat mengenai konsep dan wujud nasionalisme.

Nasionalisme adalah sebuah ideologi politik yang menjelaskan kepada rakyat tentang batas-batas negara dan memberikan definisi sebuah bangsa yang berbeda dengan bangsa lainnya.

Pengertian di atas memandang nasionalisme sebagai sebuah ideologi dengan penekanan pada pentingnya penataan wilayah dan upaya membangun identitas nasional melalui budaya nasional sebagai representasi dari budaya lokal. Pengertian tersebut senada
dengan pendapat Smith (2002:26) yang mengatakan bahwa ideologi nasionalis mempunyai sasaran untuk mencapai pemerintahan kolektif sendiri, penyatuan wilayah dan identitas budaya. Selanjutnya, Smith mengatakan bahwa untuk mencapai sasaran tersebut, terdapat tiga ideal fundamental yaitu otonomi nasional, kesatuan nasional dan identitas nasional. Dalam pengertian umum, otonomi diartikan sebagai mengatur diri sendiri (self regulation), artinya memiliki hukum sendiri dan bebas dari kendala eksternal. Hal ini berlanjut pada gagasan tentang penentuan diri sendiri (self determination) yaitu berupaya untuk merealisasikan kehendak kolektif serta bertanggung jawab atas sasaran-sasaran dan tindakan kolektifnya. Konsep selanjutnya adalah pengaturan diri (self rule) yaitu pengaturan kolektif dari dan oleh rakyat sebagai akibat dari penentuan diri sendiri secara nasional atas kehendak kolektif dan perjuangan untuk mempunyai pemerintahan nasional sendiri. Dengan demikian, otonomi mengandung arti pengaturan diri atas kehidupan religius dan budaya, otonomi legal, autarki ekonomi dan pengaturan diri secara internal di dalam suatu negara dan bertanggung jawab atas urusan-urusan luar negeri dan pertahanan.



Nasionalisme sebagai sebuah ikatan emosional yang terbentuk antar anggota suatu bangsa karena adanya kesamaan latar belakang sejarah, wilayah, bahasa dan nilai.

Pengertian ini menekankan pada unsur perasaan dan psikologis yang tercipta antar anggota suatu bangsa. Dalam pandangan aktivis mahasiswa, nasionalisme Indonesia terbentuk sebagai reaksi terhadap kolonialisme yang telah memunculkan kesadaran untuk  melepaskan diri dari situasi yang tertindas, terbelakang, dan diskriminatif. Dengan demikian, salah satu faktor pembentuk  nasionalisme adalah kesamaan asal-usul sejarah. Persepsi yang sama tentang pengalaman masa lalu tidak hanya melahirkan
solidaritas (rasa sependeritaan dan sepenanggungan), tetapi juga tekad dan tujuan yang sama antar kelompok masyarakat.



Nasionalisme sebagai kecintaan terhadap bangsa yang diwujudkan melalui perbuatan yang mencerminkan kepentingan bangsa.

Pengertian nasionalisme yang ketiga ini rentan akan penyalahgunaan. Menurut aktivis Mahasiswa , nasionalisme sering kali  diartikan sebagai kecintaan terhadap negara yang diwujudkan dalam bentuk ketaatan terhadap pemimpin negara. Padahal, bangsa
bukanlah negara karena konsep negara berkaitan dengan teritori sedangkan aktivitas bangsa bercirikan suatu jenis komunitas. Negara menggambarkan adanya satu struktur kekuasaan yang memonopoli penggunaan fisik yang sah terhadap kelompok  masyarakat yang tinggal dalam wilayah yang jelas batasbatasnya (Surbakti, 1992).


Hal ini sangat berbeda dengan konsep bangsa yang diartikan sebagai komunitas yang (1) terbentuk dari keyakinan bersama dan komitmen yang saling menguntungkan, (2) mempunyai latar belakang sejarah, (3) berkarakter aktif, (4) berhubungan dengan suatu wilayah tertentu, dan (5) dibedakan dari komunitas lain melalui budaya publiknya yang khas (Smith, 2002). Dengan demikian, solidaritas kebangsaan tidak selalu sama persis dengan terirori negara. Untuk itu, perlu diupayakan untuk menghidupkan nasionalisme dalam lingkup teritori negara.

Posted by
dlmkeperawatanunsoed2

More

Categories

Pengikut

Face Book DLM KMJK UNSOED

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © 2012 DLM KMJK UNSOEDTemplate by : UrangkuraiPowered by Blogger.Please upgrade to a Modern Browser.